Tamu Menulis Homestay Sawahlunto


Baru pekan lalu kita menginap di OMA ya Pak....ini barusan malah nemu artikelnya

Keramahan dan Kekeluargaan dalam ”Homestay”
Keterbatasan hotel di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, yang tidak sebanding dengan semangat warga menggelar acara nasional dan internasional telah menumbuhkan daya kreativitas. Pemerintah Kota Sawahlunto mendorong masyarakatnya mengembangkan ”homestay” yang kini mendapatkan respons positif dari tamu mancanegara.

OLEH ISMAIL ZAKARIA
Saat mulai dikembangkan pada 2010, hanya ada lima rumah dengan total 10 kamar. Kini, jumlah homestay (rumah tinggal) di kota yang berjarak sekitar 90 kilometer arah timur laut Kota Padang itu mencapai 56 dengan 120 kamar. Omzet juga meningkat dari awalnya sekitar Rp 500 juta menjadi sekitar Rp 2 miliar per tahun.

Peningkatan terjadi salah satunya karena pelayanan yang tekun para pengelola homestay, salah satunya Elfanis (75). Waktu menunjukkan pukul 05.15, ia berada di dapur untuk menyiapkan sarapan bagi tamu-tamunya, Minggu (9/7). Pemilik OMA Homestay di Jalan Tangsi Gunung, Kelurahan Air Dingin, Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, itu membuat nasi goreng dan telur mata sapi.

Setelah semua beres, Oma, sapaan akrabnya, menata semua yang dimasaknya di meja, plus lalapan segar berupa potongan timun dan daun kol di nampan besi. Pukul 07.30, tamu keluar kamar menuju ruang makan.

Seusai makan, tidak semuanya kembali ke kamar. Ada yang membuat kopi atau teh, kemudian duduk di sofa panjang di ruang tengah, sekaligus menikmati tontotan televisi layar lebar. Habis menikmati makan, mereka juga bisa mencicipi aneka kue yang disiapkan secara gratis.
Seperti keluarga

Sambil menyeruput minuman, para tamu bercengkerama dengan hangat meski mereka baru saling kenal di ruang makan. Suasana homestay begitu hangat dan akrab. Mereka seolah di rumah sendiri. Sang pemilik, Elfanis dan suaminya, Chairudi Muchtar (76), atau anak-anaknya ikut berbaur.

”Suasana yang nyaman serta pelayanan seperti ini membuat saya setiap ke Sawahlunto menginap di sini. Rasanya hubungan yang tercipta sudah tidak seperti tamu dengan pemilik homestay lagi, tetapi seperti keluarga,” kata Junaidi (28), tamu asal Medan, Sumatera Utara.

Homestay lain di Sawahlunto membangun suasana serupa. Nasratul Choiriah (49), pemilik Guspriadi Homestay di Dusun Taratak Cupo, Kelurahan Talawi Hilir, Talawi, mengatakan, tamunya tidak lagi dianggap sekadar tamu, tetapi keluarga.

”Agar terbentuk suasana seperti itu, kami juga sarapan bersama tamu. Mereka, terutama tamu yang berasal dari luar negeri, sangat suka berkumpul dengan saya dan anak-anak,” kata Nasratul, yang juga Sekretaris Asosiasi Homestay Sawahlunto.

Homestay tersebar di empat kecamatan di Sawahlunto, yakni Kecamatan Lembah Segar, Talawi, Barangin, dan Silungkung.

Kekurangan hotel

Ketua Asosiasi Homestay Sawahlunto Kamsri Benty mengatakan, 120 kamar yang tersedia mampu menampung 250-300 orang per malam. Cikal bakal homestay di Sawahlunto berawal pada 2005. Saat itu berlangsung Musyawarah Besar Gerakan Ekonomi dan Budaya Minangkabau (Gebu Minang) organisasi perantau Minangkabau dari sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Singapura dan Malaysia. Hadir pada waktu itu Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Pada tahun yang sama juga berlangsung pertukaran pelajar antarbangsa. Kedua acara itu menghadapi persoalan yang sama, yakni terbatasnya penginapan. Saat itu hanya ada Wisma Ombilin berkapasitas 21 kamar.

”Wali kota saat itu, almarhum Amran Nur, minta kami mencari rumah yang bisa menampung peserta. Saat itu memang ada homestay, tetapi hanya membantu pemerintah,” kata Kamsri.

Berangkat dari situ, pada 2010 mereka mulai menyertifikasi rumah-rumah yang layak menjadi homestay. Saat itu, hanya ada lima rumah dengan total 10 kamar. Setelah itu, secara bertahap jumlah homestay dan kamar bertambah. Omzet juga meningkat dari Rp 500 juta hingga Rp 600 juta menjadi sekitar Rp 2 miliar per tahun.

”Tingkat hunian tinggi karena adanya berbagai acara bertaraf nasional dan internasional yang hampir setiap bulan digelar. Apalagi, pemerintah kota juga memprioritaskan homestay bagi tamu. Di luar acara, kami mendapatkan tamu dari promosi via media sosial, situs resmi, dan mulut ke mulut,” kata Kamsri.

Untuk menjaga kualitas, anggota asosiasi berkomitmen menjaga pelayanan, harga, dan taat tata tertib. ”Kami sepakat menghadirkan suasana yang membuat tamu merasa seperti di rumah sendiri dan pemilik seperti orangtua angkat,” katanya.

Disepakati juga harga kamar untuk homestay tipe A (memiliki ruang shalat, ruang karaoke, dan ruang bermain keluarga) berpendingin ruangan (AC) Rp 250.000 dan tanpa AC Rp 200.000. Untuk tipe B be-AC Rp 200.000 dan tanpa AC harganya Rp 150.000.

”Harga sudah termasuk sarapan, sedangkan makan siang dan malam tidak disediakan. Tujuannya, agar tamu-tamu bisa keliling kota dan warga yang punya usaha rumah makan bisa dapat manfaat,” kata Kamsri.

Tata tertib juga diberlakukan ketat. Selain memiliki identitas jelas, tamu juga dilarang membawa senjata tajam, berpakaian tidak sopan, dan harus menghargai budaya Minangkabau. Termasuk menolak pasangan yang tidak bisa menunjukkan surat nikah.

Tata tertib juga berlaku bagi homestay. Ada kesepakatan yang dilakukan para pengelola, misalnya memastikan kebersihan homestay, pelayanan yang baik, dan pemilik harus murah senyum. Apabila tata tertib itu dilanggar, berlaku sanksi penonaktifan homestay selama tiga bulan. Selama itu juga mereka tidak mendapat tamu untuk acara-acara di Sawahlunto.

Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Sawahlunto Efriyanto mengatakan, untuk mendorong tingkat hunian, pemerintah menggelar berbagai pergelaran baik nasional maupun internasional, seperti Festival Wayang Nusantara, Sawahlunto International Music Festival (Simfest), dan Sawahlunto International Songkat Carnival (SISCa).

Pemerintah daerah mendorong peningkatan pelayanan dan membantu promosi homestay. Respons positif datang dari tamu domestik dan mancanegara, seperti Eropa, Australia, Amerika Latin, dan Asia. Oma Homestay bahkan pada 2014 mendapat penghargaan homestay terbaik tingkat Sumatera Barat, tiga terbaik tingkat nasional (2015), dan lima homestay terbaik tingkat Asia Tenggara (2015).

Posting Komentar

0 Komentar